Jumat, 27 Maret 2015

MENGANGGUR SAMBIL BELAJAR

Saya mengenal Perpustakaan Freedom tidak semerta-merta ingin membaca buku karena sering dianggap sebagai Jendela Dunia, pembuka wawasan, menambah wawasan dan istilah-istilah lainnya. Melainkan pelarian untuk menjawab kejumutan, kebingunan untuk mempertanggung jawabkan diri atas sumpah saat mempersunting wanita Jakarta (perempuan Betawi) .....


Saat-saat sulit penuh tantangan, sebelum meninggalkan jakarta tahun 2011 saya sudah tobat untuk bercita-cita hidup di Jakarta. Tapi tuhan berkata lain tahun 2012 saya kembali dengan pedenya menyanggupi ikrar hidup semati, saling menjaga satu sama lain dihadapan penghulu yang disaksikan oleh Ketua Umum PBNU Kyai Said Aqil Siroj dari pihak perempuan. Meski dasarnya ikrar itu hanyalah catatan didaftar surat nikah. Akan tetapi pertanggung jawabannya pada dua keluarga berbeda dan pada tuhan atas keyakinan sebagai insan beragama. Seiring waktu memang tidak tentu, waktu dihabiskan dimana tempat bersembunyi sekiranya manusia disekitar menganggap diri saya wajar tanpa terlihat ada persoalan.

Pagi dimana wajarnya orang baru dilingkungan baru, memperlihatkan sebuah kemandirian seakan memang penganten baru. Berjalan beriringan, rambut basa dipagi hari, meski sesungguhanya hati tidak sedingin guyuran air subuh menyambut hangatnya mentari pagi. Sarapan pagi memang tersedia, senyuman manis akan diterima, terus hingga lelah tersenyum. Menjelang siang rutinitas berkantor diKaramat raya, saya selalu setia mengantar istri untuk bekerja. Berpakain rapi, menyeimbangi sebagai orang baru, dulunya hanya sandal jepit kini bersepatu fantofel bekas akad nikah dulu. Terus dan terus rutinitas ini tidak pernah lekang, seperti tukang ojek yang sudah dikontrak entah berapa puluh tahun.

Di Freedom inilah saya menyambut pagi, hingga terbenamnya mentari sambil menunggu waktu hp berdering kalau sudah saatnya pulang. Tempat inilah paling aman untuk bersembunyi, hingga akhirnya menjadi candu kalau tulisan dan bacaan sudah menjadi teman setia dikala arah tujuan mulai buram. Seiring perjalan refrensi untuk survaif mulai mencair seperti musim dingin menyambut musim panas. Pikiran-pikiran mulai mengalir berbekal pengalaman 2010, semua ide untuk bertemu sahabat lama mulai dimanfaat dengan harapan saling bermanfaat satu sama lain.

Koneksi dan persepsi mulai bertemu, sehingga saya tidak sesering dulu menemui Freedom, kini mulai seminggu, kadang sebulan, lambat laun semester sekali hingga saya lupa apa persetahun tidak pernah menjenguk teman lama ini (perpus Freedom). Sungguh bukan maksud untuk lupa, hanya saja saya mulai menemukan beberapa menyibukkan diri untuk tidak hanya seperti ini saja. Karena saya pernah terlintas berkata dari hasil membaca " kalau hidup hanya begini-begini saja kanapa tidak minta pengajuan pada tuhan agar dicabut dari bumi ciptaanNya " asal tidak dengan cara bunuh diri itu pekerjaan yang sangat hina.

Kini saya sudah sedikit terobati selama 2 tahun ada di Jakarta, lambat laun pengangguran saya mendapatkan penghidupan untuk keluarga. Walaupun masih tidak terlalu mencukupi paling tidak sudah bisa bertanggung jawab sebagai kepala keluarga untuk saling berbagi, Meski hanya dalam sekala bulanan. Ya, mungkin inilah hidup seperti kata teman saya dulu sewaktu dikampung " dop sepeda tidak akan ada dibawah pasti kelak ada diatas, ditengah karena hidup ini terus berputar " begitulah ungkapan teman kecil dulu.

Dalam perubahan konstalasi gerakan, saya belum bisa terlepas dengan Pergerakan Mahasiswa islam Indonesia (PMII). Kini saya dipercaya untuk mengabdikan diri di Pengurus Besar PMII (PB PMII) untuk melaksanakan mandat dan sekaligus harapan untuk mendokumentasikan semua arsip-arsip lama pmii pusat khususnya agar tertata rapi. Ini bukan sekedar mandat tapi juga gerakan hati karena selama ini arsip-arsip yang ada dari tahun ketahun belum ada pengurus untuk berinisiatif membukukan atau mengarsipnya secara rapi. Padahal organisasi sebesar pmii dan sudah mencetak kader-terbaik untuk berperan menentukan arah bangsa. Dan tidak menutup kemungkinan kelak PMII menjadi laboraturium bagi peneliti untuk mencari tau akar tokoh yang sudah menjadi penentu di republik ini. Untuk menemukan akarnya pasti butuh data-data, kalau ditubuh pmii sendiri tidak pedulikan arsip lama ini. Maka jangan salah kalau nantinya pmii hanya kan menjadi dongeng oleh para pelakunya untuk anak cucu. Tapi terlupakan oleh sejarah bahwa peran pmii sebagai pencetak kader2 penentu arah bangsa hilang dan dimakan jaman.

" Dokumentasi adalah penggalan sejarah penentu arah organisasi khususnya, penentu pimpinan Nasional cita-citanya " saya terinspirasi saat pidatonya sahabat Rodli Kaelani saat merayakan harl pmii ke49 yang dihadiri presiden RI para menteri kabinetnya.

Konek dengan inspirsai saya untuk mencari dokumentasi perperiode kader pmii, buku-buku yang ditulis oleh kader pmii, dan pidato-pidato mantan ketum pmii. Dijadikan satu ruangan, dijadikan perpus khusus pemikiran pmii. Saya yakin mampu, asal ada dukungan kuat dan keinginan bersama. Kalau tidak ada dukungan maka akan jalan sendiri hingga ada yang mau mengikuti. Perpus Freedom mampu, kenapa saya tidak akan mampu. Pasti mampu. Pasti mampu.

Saya mulai ngelantur ini, sejak halaman ini akan tersimpan dan menyebar. Saya mengingatkan, kalau perpustakaan memang benar-benar bisa menutupi kekurangan dan ketakutan kita. Orang bersembunyi asal tidak tidur akan ada obsesi, orang tidak tau asal membaca pastii akan tau, diperpus semuanya akan tertutupi. Karena disekeliling kita, teman duduk kita, menganggap dan berpandangan positif pada kita, sehingga energi positif akan mempengaruhi kita akan berbuat positif dan mendapatkan hasil positif pula.

Nur Ilham
Di Freedom perpustakaan umum, tgl 8 september 2014  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar