Ingat perjalanan menyusuri Jakarta, jika tidak berhenti
menarik gas motor selama 5 jam mungkin sudah bisa dipastikan separoh jalan ibu
kota dilewati. Dengan catatan tidak adanya macet, meskipun ada mungkin hanya
mengurangi berapa kelurahan yang tidak terlewati, karena dipastikan pengendara
motor bisa zig zag sesuai aturan filing.
5 jam duduk dipastikan tidak semua bisa bertahan tanpa
gerakan apalagi hanya terpaku sendiri bisa dipastikan akan jenuh dan
membosankan. Beda lagi jika dibarengi dengan kopi dan rokok bagi yang tidak
ngopi bisa pake susu/teh/apalah sesui hobi masing-masing. Akan tetapi jika
tidak ada teman ngobrol yang pas diajak ngobrol akan terasa gersang meski sudah
diguyur kopi lebih dari 5 gelas.
Disinilah tantangannya mana yng lebih bermanfaat duduk 5 jam
atau mengelilingi kota selama 5 jam. Mari kita kupas sambil menum kopi dan
sejenisnya. Kita mulai dari keliling kota.
Keliling kota dengan menunggangi motor, sepanjang jalan kita
akan banyak belajar tentang kesabaran dan konsentrasi. Bila kota tersbut ada
dijakarta sudah dipastikan kesabaran yang perlu diutamakan karena sudah
dipastikan macet akan menemani lebih-lebih ditengah jam kerja. Suasananya
sangat tidak karuan, zig zag sambil senggol satu sama lain tidak bisa
dihindari. Meski demikian kita bisa belajar banyak hal karena disekitar
perjalanan akan banyak pemandangan mulai dari social hingga budaya kehidupan
orang-orang jalanan.
Kita melihat penjual Koran diperempatan jalan dan lampu
merah lainnya, mereka berjuang melawan panas sambil membawa Koran untuk
dijajakan kepengendara mobil dan motor jika musim hujan meraka akan menembus
hujan deng pembungkus Koran hingga gigi menggil. Mereka sangat sabar
menawarkan, meski dengan kode melambaikan tangan bertanda tidak mau membeli
tawaran mereka. Penjual air minumpun juga sama, sambil kucuran keringat
didahinya meraka menjajakan dengan menahan berat beban air yang dibawa dengan
harapan agar ada yang membeli. Pengamenpun juga sama, dengan berteriak-teriak
menyasikan lagu sambil menadahkan tangan dan ada juga dengan memakai plastik
dengan harapan dapat belas kasih dari penunggang motor dan mobil tersebut. Ada
juga pengemis, mulai dari model compang-camping, orang jompo, anak-anak, orang buta, orang
bunting hingga orang-orang yang pura-pura buntung. Kalau ada dipertigaan atau
perampatan tanpa lampu merah akan ditemukan pak Oga.
Dari pemandangan diatas kita bisa merasakan dan kadang kita
tidak acuh.
5 jam ngopi dan merekok tidak mendapatkan dan tidak ada
hasil yang memuaskan selama itu, seakan hidup tidur ditengah malam menunggu
siang dan menunggu malam tiba. Diskusi sepanjang hari, berfikir siang malam,
tanpa adanya langkah pasti tinggal kenangan dalam angan. Duduk lama-lama tidak
pernah mendapatkan hasil akan tertinggal oleh kereta malam. Waktu terus
bergulir kesadaran terus tumbuh, hidup menunggu mati tidak disadari menunggu
kapan tiba. Kepuasan dan kebahagian terkadang tidak bisa dirasakan.
Sedangkan kebutuhan terus menuntut agar tercapai cepat tanpa
ada halangan dan rintangan. Padahal semuanya tidak semudah itu, perlu ada
keringat harus mengucur kadang darah harus ditumpahkan jika itu diperlukan.
Semakin besar kerjaan semakin besar tantangan, semakin besar harapan semakin
besar pula ketidak berhasilan. Sungguh seperti
main teka-teki jika tidak menguasi medan akan terserang oleh pikiran sendiri.
Jika berhenti maka habis sudah tidak akan pernah ada harapan lagi. Selesai
Kesabaran kunci utama, bersyukur tameng terakhir untuk
keberlanjutan jika masih ada harapan.
5 jam waktu yang panjang,
Karena saat melihat orang-orang yang bangun pagi 5 jam
penentu rezqinya
5 jam tidak akan berfungsi jika pikirannya hanya dikabuti
oleh mimpi belaka
5 jam bagi petani adalah keberlangsungan hidup untuk anak
bini
5 jam untuk pendaki itu seperti 5 cm memperjuangkan sampai
diatas puncak
5 jam bagi aktifis penentu 5 tahun kedepan bagaiman nasibnya
nanti
Tapi 55 tahun berjalan itu harus mencapi kematangan meski
masih penuh tanda Tanya ???????
Tidak ada komentar:
Posting Komentar