Sabtu, 07 Maret 2015

5 JAM


Ingat perjalanan menyusuri Jakarta, jika tidak berhenti menarik gas motor selama 5 jam mungkin sudah bisa dipastikan separoh jalan ibu kota dilewati. Dengan catatan tidak adanya macet, meskipun ada mungkin hanya mengurangi berapa kelurahan yang tidak terlewati, karena dipastikan pengendara motor bisa zig zag sesuai aturan filing.


5 jam duduk dipastikan tidak semua bisa bertahan tanpa gerakan apalagi hanya terpaku sendiri bisa dipastikan akan jenuh dan membosankan. Beda lagi jika dibarengi dengan kopi dan rokok bagi yang tidak ngopi bisa pake susu/teh/apalah sesui hobi masing-masing. Akan tetapi jika tidak ada teman ngobrol yang pas diajak ngobrol akan terasa gersang meski sudah diguyur kopi lebih dari 5 gelas.
Disinilah tantangannya mana yng lebih bermanfaat duduk 5 jam atau mengelilingi kota selama 5 jam. Mari kita kupas sambil menum kopi dan sejenisnya. Kita mulai dari keliling kota.
Keliling kota dengan menunggangi motor, sepanjang jalan kita akan banyak belajar tentang kesabaran dan konsentrasi. Bila kota tersbut ada dijakarta sudah dipastikan kesabaran yang perlu diutamakan karena sudah dipastikan macet akan menemani lebih-lebih ditengah jam kerja. Suasananya sangat tidak karuan, zig zag sambil senggol satu sama lain tidak bisa dihindari. Meski demikian kita bisa belajar banyak hal karena disekitar perjalanan akan banyak pemandangan mulai dari social hingga budaya kehidupan orang-orang jalanan.

Kita melihat penjual Koran diperempatan jalan dan lampu merah lainnya, mereka berjuang melawan panas sambil membawa Koran untuk dijajakan kepengendara mobil dan motor jika musim hujan meraka akan menembus hujan deng pembungkus Koran hingga gigi menggil. Mereka sangat sabar menawarkan, meski dengan kode melambaikan tangan bertanda tidak mau membeli tawaran mereka. Penjual air minumpun juga sama, sambil kucuran keringat didahinya meraka menjajakan dengan menahan berat beban air yang dibawa dengan harapan agar ada yang membeli. Pengamenpun juga sama, dengan berteriak-teriak menyasikan lagu sambil menadahkan tangan dan ada juga dengan memakai plastik dengan harapan dapat belas kasih dari penunggang motor dan mobil tersebut. Ada juga pengemis, mulai dari model compang-camping,  orang jompo, anak-anak, orang buta, orang bunting hingga orang-orang yang pura-pura buntung. Kalau ada dipertigaan atau perampatan tanpa lampu merah akan ditemukan pak Oga.

Dari pemandangan diatas kita bisa merasakan dan kadang kita tidak acuh.
5 jam ngopi dan merekok tidak mendapatkan dan tidak ada hasil yang memuaskan selama itu, seakan hidup tidur ditengah malam menunggu siang dan menunggu malam tiba. Diskusi sepanjang hari, berfikir siang malam, tanpa adanya langkah pasti tinggal kenangan dalam angan. Duduk lama-lama tidak pernah mendapatkan hasil akan tertinggal oleh kereta malam. Waktu terus bergulir kesadaran terus tumbuh, hidup menunggu mati tidak disadari menunggu kapan tiba. Kepuasan dan kebahagian terkadang tidak bisa dirasakan.

Sedangkan kebutuhan terus menuntut agar tercapai cepat tanpa ada halangan dan rintangan. Padahal semuanya tidak semudah itu, perlu ada keringat harus mengucur kadang darah harus ditumpahkan jika itu diperlukan. Semakin besar kerjaan semakin besar tantangan, semakin besar harapan semakin besar pula  ketidak berhasilan. Sungguh seperti main teka-teki jika tidak menguasi medan akan terserang oleh pikiran sendiri. Jika berhenti maka habis sudah tidak akan pernah ada harapan lagi. Selesai

Kesabaran kunci utama, bersyukur tameng terakhir untuk keberlanjutan jika masih ada harapan.
5 jam waktu yang panjang,
Karena saat melihat orang-orang yang bangun pagi 5 jam penentu rezqinya
5 jam tidak akan berfungsi jika pikirannya hanya dikabuti oleh mimpi belaka
5 jam bagi petani adalah keberlangsungan hidup untuk anak bini
5 jam untuk pendaki itu seperti 5 cm memperjuangkan sampai diatas puncak
5 jam bagi aktifis penentu 5 tahun kedepan bagaiman nasibnya nanti
Tapi 55 tahun berjalan itu harus mencapi kematangan meski masih penuh tanda Tanya ???????


Tidak ada komentar:

Posting Komentar