Pagi menyambut melawan kebiasaan lama, hampir bertahun-tahun sudah jarang menikmati mentari pagi. Rumah kostan milik mertua sudah ramai oleh teriakan sang cucu tidak lain anakku sendiri. Suara roda motor vespanya sudah mengusik ketenangan tidur lelapku. " A' pak a' a a a' " suara mungil memanggil terus bertubi-tubi, sesekali tangannya grayangi tubuhku, dengan nada kesal sambil menendang-nendang tubuh lemasku dikasur.
" De' g boleh itu bapak, kalau bangunin bapak pake tangan, jangan samakan dengan kucing " ungkap ibunya, tidak lain istri ku sendiri. Memang anakku yang bernama Satria kalau memainkan kucing jarang pakai tangan karena memang dilarang untuk menghidari bulunya menempel ketangan sang anak. Anakku selalu menendang, dengan kaki kalau sedang bermain dengan kucing. Mungkin karena kebiasaan bermain itulah, ketika menghapi bapaknya susah dibangunin dengan keahliannya menendang-nendang bapaknya agar cepat bangun. Mungkin itu yang dipikirkan oleh sang anak, dengan imbalan ditegur oleh sang bundanya. Memang dasar seorang anak, tidak akan semua nasehat akan dituruti selama kemauannya tidak terpenuhi.
Tidak tahan dan tidak bisa marah juga akhirnya saya bangun, meski kadang tidur duduk tujuanya tidak lain biar sang anak tidak ribut lagi. Jam 7 selepas main kadang tidak sampai jam itu saya tidur lagi dikala anak sudah dibawa kebawah oleh sang bundanya. Rutinitas keliling mencari makan karena belum masak sendiri, sang anak tidak lepas sambil naik roda 3 yang didorong oleh bundanya. Menatap sekejab, mata sudah tidak tahan lagi, kasur empukpun sudah menunggu untuk memanjakan tubuh malasku.
Dua tahun sudah, tidak bisa merubah pola hidup jadi orang normal seperti petani nenek moyangku dikampung sana. Bermalas-malasan bukannya tanpa alasan, karena mobile teman-teman seangkatan untuk meraup rizqi ada disiang hari hingga larut malam. Saya adalah orang yang tidak menganut paham " Bangun siang rizqi di patok Ayam ". Meski demikian jalan tuhan selalu ada tapi tidak enak juga karena tetangga dan keluarga bangunnya pagi semua. Faktor lingkungannlah yang membuat saya harus berani berubah. Bangun pagi sekiranya tidak tidur lagi.
Kini sudah mulai bekerja meski ini belum jelas mau kemana arah nyatanya. Melawan kebiasan lebih sakit terbentur oleh aspal jalanan. Kepala serasa berat, pikiran melayang ingin membungkus tubuh dengan selimut. Tapi ini sudah ada ikatan kepercayaan, saya tidak boleh mempermalukan kepercayaan bang Arief untuk masuk dalam lingkaranannya. Ini tidak mungkin meski lewat jalan lain mungkin. Berkat komunikasi itulah dan kedekatan orang-orang itulah ketika saya dapat rekomendasi akhirnya saya diterima meski tanpa ada syarat apapun yang penting bisa ngetik.
Pagi saya berangakat, ongkos seadanya uang seadanya hingga merokokpun seadanya. Karena memang lagi pailit, menembus jalanan dengan kemacetan panjang, pasar baru persisnya melihat pantum bensin memerah harus berputar arah menuju Jl. Setiabudi untuk pergi kepom bensin, lagi-lagi antraian panjang. Putar arah takut telat, mengambil arah pasar baru melihat pom disana. Puji syukur antrian tidak terlalu panjang, menunggu adalah hal paling membosankan, hingga akhirnya dapat giliran juga.
Motor terisi bensin seadanya, melanjutkan jalan menuju IP dengan harapan bisa datang lebih awal, namanya jakarta hambatan terberat jika terburu-buru adalah macet. Sesak, dan harus hafal gang-gang rumah yang bisa mengarah agar tidak terjebak sama jalanan jakarta ini. Sesampai dihalaman IP ternyata belum ada orang, syukurku bergelanyut, tidak sia-sia bangun pagi. Tapi lama-kelamaan kok belum ada yang nongol juga, sudah berjam-jam menunggu. Semoga dapat berkah dan hikmah dan semoga juga tidak balas dendam nantinya. Mau kerja profesional seperti kantoran kayaknya tidak mungkin. Sepertinya saya di takdirkan tidak berebut rizqi dengan ayam di pagi hari.
Read Jam 11-30 an ,
datang keIP jam 9:30 an
Tidak ada komentar:
Posting Komentar