Kalau
mendengar dari banyaknya cerita sebenarnya kopi adalah minuman elit dijamannya,
entah tahun berapa itu dikenal sebagai minuman para raja. Yang jelas saya tidak
terlalu menghiraukan itu kopi berasal dari mana, kesukaan saya pada kopi bukan
karena pecinta kopi tapi karena kebiasaan melihat orang tua dan kakek saya
meminum kopi tiap pagi sebelum berangkat kesawah sambil bawa clurit dan
cangkul. Biasanya yang paling rajin membuatkan kopi untuk bapak dan kakek
adalah nenek, setiap pagi tiada henti hingga akhir hayat sang kakek. Meski kakek
sudah tiada nenek tetap terlihat kebingungan ketika di kaleng hitam tempat kopi
habis.Sang nenek langsung pergi ketoko untuk membeli biji kopi tanpa memilih
itu Arabica, kopi biasa atau kopi super semua tidak penting yang penting nanti saat disedu menjadi hitam. Itulah nenek
mungkin karena bukan ahli kopi tapi rasa kopinya nikmat sekali.
Menarik
ketika semua sudah menjadi cerita, kopi buatan nenek menjadi lenggenda ketika
jaman semakin canggih. Hampir setiap warung pasti menyediakan segelas cangkir
kopi bagi pencinta kopi, tapi kopinya sudah berubah sasetan tidak lagi
menggunakan tumbukan dari balok kayu. Diwarung itu tidak terdengar sangraianya
biji kopi dan sudah tidak lagi terdengar suara umupnya air mendidih semuanya
berubah instan terlihat dari termus (penyimpan air panas). Hampir semuanya
parktis tidak ada proses yang dramatis yang konon minum kopi meringankan rasa
sakit kepala.
Nenek
sekarang juga suda tiada tapi saya ingat betul bagaimana proses pembuatan kopi
itu. mulai dari pembelian kewarung yang tidak berlebel hanya akan terkenal
sipenjualnya (warung Tohar satu misal). Lalu si Nenek mengambil kayu bakar
untuk mengsangrai kopi yang sudah dibelinya, biasanya kopi itu dibagi dua. Kopi
asli sama kopi campuran: kopi asli dipisah karena permintaan salah satu
lingkungan keluarga, kopi campuran adalah kopi dicampur beras jagung untuk
menambah kopi agar lebih banyak dan menambah khas aroma rasa kopi tersebut. Setelah
proses itu selesai baru tahap akhir yaitu penumbukan. Penumbukan sesuai
kemampuan, ada yang pakai mesin giling, digiling pake batu, sedangkan nenak
saya pake balok kayu yang dikasih lobang ditambah kayu panjang bulat untuk
menindihnya biar hancur. Proses itu butuh waktu satu jam sesui banyaknya kopi
yang mau ditumbuk. Dari tumbukan itu akan diulang ulang, setelah terlihat
halus, maka diambillah yang halus dengan tempe sambil di goyang-goyang, bagian
yang kasar dikembalikan lagi untuk ditumbuk ulang begitu seterusnya hingga
semua kopi halus. Sesuai rekues ada kopi yang dibuat kasar untuk penikmat biar
saat minum ada yang bisa digigit-gigit. J.
Itu
cerita dramatis sinenek membuat kopi, semua itu diahargai dengan rasa
kebanggaan ketika semua keluarga meminum habis kopi yang sudah disediakan. Tanpa
bayar mahal tinggal dikasih senyuman dan ucapan terimakasih semua urusan beres.
Tidak seperti kopi yang kita alami saat ini, semua dengan modal mahal, kalau
tidak tamatlah reputasi kita diwarung kopi tersebut.
Cerita
kopi tidak akan pernah habis, terutama dikalangan aktifis. Kopi dan rokok
adalah pengganjal perut yang sangat luar biasa meski terkadang rokok hasil
joinan. Rasa lapar bisa bertahan hingga tiga hari, bukan karena tidak ada duit
tuk beli nasi tapi pertimbangan untuk saling berbagi, kopi dan rokok yang
paling bisa berbagi selain itu wacana dan ilmu hingga pagi. Semua bisa dilewati
dengan kopi, ide dan aksi timbul dari kepulan asap dan kopi tidak percaya coba
tanyakan pada ahli kopi. Pro dan kontra hadir dengan sendirinya, walau demikian
semua tidak menghentikan nadi gerakan sang penyedu kopi. Lain hari silih
berganti kini cerita kopi menjadi harta tersendiri. Gelak tawa tidak hanya
dinikmati oleh penyangkul dan pembawa clurit tadi pagi.
Kini
kopi menjadi kelas tersendiri, bila ingin mencari relasi siap-siap membayar
mahal untuk segelas kopi. Kalau ingin mencari inspirasi cukup dipinggir jalan
dengan secangkir kopi dengan harga tidak perlu meratap sedih. Tinggal memilih,
tapi semua itu bisa dinikmati jika pikiran tenang tanpa hati iri.
Kopi
sudah menjadi tren nusantara mulai dari barat hingga timur, dari selatan hingga
utara. Semua hampir terpengaruh oleh rasa manis pahitnya kopi Indonesia. Bisa diamini
keberlangsungan negeri ini seberapa banyak penikmat kopi. Karena dari warung
kopi dari seruputan kopi hampir keseluruhan bercerita tentang nasib polri dan
KPK, membaca keadaan Negara kedapan tidak terlepas budayawan kita diseantoro
nusantara ini. Salam kopi untuk negeri jangan kau sakiti para petani kopi
seperti tanam paksa dikebun-kebun masa lalu, jangan kau ingkari sesungguhnya
kopi negeri lebih nikmat dari pada cerita
kopi luar negeri. Apa lagi yang mau didustakan selain memperjuangkan,
apalagi yang mau dibicarakan selain untuk kebangkitan.
Salam
kopi hangat di tengah banjirnya ibu kota ini, tidak ada lagi cerita siapa yang
siap untuk membuat perubahan sealain penghuninya, tidak bisa dipungkiri dengan
banyaknya professor menumpuk di ibu kota ini tidak berkutik atas keadaan yang
merendamnya kecuali saling menyalahkan. Berapa banyak orang kaya tapi tidak mau
memberikan ruang untuk membebaskan aliran air biar tidak hanya menjadi alas an.
Semua hanyalah cerita tinggal siapa yang mau berbagi seperti segelas kopi. Musim
kampanye sudah usai, tapi kenyataan sama seperti biasanya. Semua cerita air bah
melanda tidak hanya di ibu kota, mana lagi yang mau diretorika selain saling
bahu membahu. Kecuali semua sudah tiada seperti kakek dan dan nenek saya yang
kini sudah tidak bisa menyedu kopi lagi untuk anak cucunya.
Bakoel koffie cikini 11
februari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar