Selasa, 28 Maret 2017

Biografi Singkat Muhammad Rodli Kaelani



Muhammad Rodli Kaelani atau yang akrab di sapa Odie lahir pada tanggal 1 April 1978 disebuah rumah sakit “kelas kecil” di Jakarta. Terlahir dalam pola hidup kaum urban kota Jakarta namun tetap dalam kultur dan tradisi sosial keagamaan yang terpelihara. Ayahnya Muhammad Murthado H.M Noer yang berasal dari etnis “Betawi NU” adalah seorang pegawai negeri sipil, sedangkan ibunya, Nona Albugis, yang percampuran dari darah etnis bugis dan etnis tionghoa (Komunitas Tionghoa Campa sejak pengembangan Islam di wilayah timur Indonesia) yang membumi di Ternate dan Manado, hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa-walaupun mengecap pendidikan tetapi tidak hingga pendidikan tinggi-yang kerap kali membantu perekonomian keluarga dengan berjualan kukis (baca: kue)
.

Pemahaman dan kultur agamanya memang tidak didapatkan layaknya kaum muda NU lain pada umumnya dengan belajar dan hidup dalam lingkungan pesantren, namun ia menekuni sejak kecil dengan asuhan kakeknya dan turun menurun pada dalam majelis pengajaran agama yang diberikan oleh Almarhum KH Syafii “Mualim” Hazami (Ulama Betawi yang juga Pendiri Ponpes Assyirotussyafi’iyah Jakarta), yang juga memberikan nama Muhammad Rodli Kaelani tersebut kepadanya ketika lahir.

Pendidikan sejak sekolah dasar hingga SMA ia geluti di sekolah negeri di Jakarta, selama itu pula pada waktu siang hingga sore ia mendapatkan pendidikan agama dari berbagai madrasah diniyah. Setelah lulus SMA Negeri 91 dibilangan Jakarta Timur, ia memutuskan untuk melanjutkan studi di Universitas Sam Ratulangi Manado pada Fakultas Sastra Jurusan Sastra Inggris. Padahal sebenarnya ia mendapatkan akses dan kesempatan untuk kuliah di STIE Perbanas Jakarta dan Sekolah Tinggi Ilmu Pariwisata (NHAI) Bandung. Semata-mata dengan alasan-alasan yang sederhana,yakni; Pertama, ia ingin menjadi diplomat; Kedua, ia mempunyai dendam akademik pada guru bahasa Inggrisnya ketika SMA, padahal sejak SMP ia juga mendalami bahasa Inggris diberbagai lembaga kursus bahasa semisal LIA (Lembaga Indonesia Amerika); dan ketiga, ia sadar bahwa memahami dan mengalami kultur kehidupan metropolis semata tanpa melihat realita lain sosial kemasyarakatan di Indonesia adalah sesuatu yang kurang dalam menempa mental, wawasan dan cara melihat kehidupan.

Semasa kuliah di Manado ia juga mendapat penguatan pengetahuan agama dari kultur dan tradisi keagamaan Alkhairaat yang menjadi pattern keagamaan keluarga ibunya dan sebagian besar kaum muslimin di wilayah timur Indonesia, karena Alkhairaat yang didirikan oleh almarhum Al Habib Salim Aljufri (Guru Tua), adalah salah satu ormas Islam berorientasi dakwah dan pendidikan terbesar di wilayah timur Indonesia yang tersambung secara emosional dan idilogis dengan kultur Ahlussunah Wal Jamaah (NU). Bahkan ia pernah mengabdikan diri selama dua tahun sebagai salah satu pengajar di Ponpes Alkhairaat Manado tersebut.

Saat diperantauan inilah ia mengenal, berinterkasi dengan komunitas PMII, hingga akhirnya menempa diri dan berproses dalam organisasi ini. Diakuinya, sesungguhnya PMII lah yang menjadi titik balik dalam kehidupan dirinya. Merubah gaya hidup “anak kota” yang sebelumnya melekat pada dirinya, pola hidup konsumeristik dan hedonistik, bahkan cara ia melihat realitas dan kesulitan kehidupan masyarakat. Saat menjadi kader PMII semua berubah total, sampai-sampai  ia seringkali mengiklaskan kelebihan materi yang dimilikinya dalam pergumulannya di PMII dan interaksi dengan masyarakat, tak ketinggalan kuliahpun terkadang dikesampingkan. Namun ia nikmati dan rasakan kepuasan batin dan jiwa dengan pilihan pergumulannya itu.

Pengalamannya di PMII berawal sebagai kader rayon Fakultas Sastra pada pertengahan 1998, kemudian menjadi sekretaris rayon lalu ketua rayon. Setelah Konfercab PMII Manado pada akhir tahun 1999 ia dipercayakan oleh formatur dan sahabat-sahabatnya menjadi Sekretaris Umum PC PMII Manado hingga pada Konfercab berikutnya ia dipilih dan ditetapkan menjadi Ketua Umum PC PMII Manado masa khidmat 2001 – 2002. Sekaligus semasa kepemimpinannya memperkuat karakter gerakan intelektual dan advokasi sosial yang melekat pada kultur PMII Manado, bahkan hingga saat ini.

Selain itu jelang akhir kepemimpinan struktural PMII-nya, ia juga berinteraksi dan bergelut dengan teman-teman dan senior-seniornya di dunia NGOs dan penguatan masyarakat. Aktif dan pernah menjadi Kepala Divisi Pluralisme dan Advokasi pada Yayasan SERAT Manado (2001 – 2005), mendirikan dan menjadi salah satu Dewan Pendiri Pusat Belajar Lintas Komunitas (PuBLiKa) Sulawesi Utara (2000 – hingga sekarang), serta Anggota Dewan Pendiri South East Asia Committee on Advocacy (SEACA) yang berkedudukan di Filipina (2004 – hingga sekarang). Inilah pula yang memperkuat kultur gerakan dan advokasi sosial pada diri sebagai bagian dari komitmen keberpihakannya.

Pernah juga mengajar di Ponpes Putri Assalaam Manado dan bergelut dengan dunia broadcasting dengan menjadi Presenter pada acara talk show televisi regional selama setahun. Serta senantiasa menjadi trainer dan fasilitator pada kegiatan-kegiatan penguatan masyarakat (CO dan CD) diwilayah Gorontalo, Sulawesi Utara dan Maluku Utara. Apalagi pada tahun 2004, Rodli pernah merasakan fellowship pada Program Internship of Leadership and Social Movement di Institute for Popular Democracy of Phillpinnes.

Seiring dengan dedikasinya terhadap PMII, sahabat-sahabatnya didaerah dan regional Indonesia timur merekomendasikannya untuk berkiprah di jajaran Pengurus Besar PMII hingga setelah Kongres XV PMII di Bogor, ia diangkat dan dipercayakan menjadi Sekretaris Jenderal (Sekjen) PB PMII. Dedikasi ini juga lah yang membawanya “pulang kampung” dan berdomisili kembali di Jakarta, mengabdi dan berkiprah di PB PMII. Tidak berhenti di sekjend, kongres XVI PMII di Batam dia terpilih menjadi ketua umum PMII 2008-2011.

Karya buku yang pernah ditulis-baik sendiri maupun bersama teman-temannya antara lain; “Menuju Perubahan Sulawesi Utara; Refleksi, Aksi dan Proyeksi Gerakan PMII” (2001) serta “Melibatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Perumusan Kebijakan” (2004). “Mengawal Gagasan, Mendorong Sentrum Gerakan” (2008).

Hingga saat ini, Rodli selalu diundang pada kegiatan-kegiatan Southeast Asian Committee on Advocacy (SEACA) di negara-negara ASEAN yang berkedudukan di Filipinan,. Selain itu juga aktif menjadi narasumber, trainer maupun fasilitator di berbagai forum, seminar, lokakarya dan pelatihan. Saat ini Rodli juga menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jendral DPP PAN (2011 – 2016), juga Ketua Umum PANDU Indonesia, yang merupakan sayap pemuda PAN. Tercatat juga sebagai Sekretaris Pembina Dewan Pengurus Pusat Persatuan Wirausaha Muda Indonesia (DPP PWMI), dan salah satu Ketua Dewan Pimpinan Pusat Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih (DPP GPPMP).

Rodli juga terlibat dalam beberapa perusahaan yang dibangun bersama beberapa senior dan kawan-kawannya, seperti PT Karya Bangkit Bersama dan PT OPSI-B, dan juga adalah Tenaga Ahli F-PAN DPR RI periode 2014-2019, dan mengajar dibeberapa perguruan tinggi. Rodli beristrikan Susilowati Moko, SHI, seorang aparatur sipil negara Kementerian Agama dan memiliki seorang putri bernama Annisa Alifiah Restu Putri Kaelani.


1 komentar: