Muhammad Rodli Kaelani atau yang akrab di sapa Odie lahir pada tanggal 1 April 1978 disebuah rumah sakit “kelas
kecil” di Jakarta. Terlahir dalam pola hidup kaum urban kota Jakarta namun
tetap dalam kultur dan tradisi sosial keagamaan yang terpelihara. Ayahnya
Muhammad Murthado H.M Noer yang berasal dari etnis “Betawi NU” adalah seorang
pegawai negeri sipil, sedangkan ibunya, Nona Albugis, yang percampuran dari
darah etnis bugis dan etnis tionghoa (Komunitas Tionghoa Campa sejak
pengembangan Islam di wilayah timur Indonesia) yang membumi di Ternate dan Manado, hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa-walaupun mengecap pendidikan tetapi tidak hingga pendidikan tinggi-yang
kerap kali membantu perekonomian keluarga dengan berjualan kukis (baca: kue)
.
Pemahaman dan kultur agamanya memang tidak didapatkan layaknya kaum muda
NU lain pada umumnya dengan belajar dan hidup dalam lingkungan pesantren, namun
ia menekuni sejak kecil dengan asuhan kakeknya dan turun menurun pada dalam
majelis pengajaran agama yang diberikan oleh Almarhum KH Syafii “Mualim” Hazami (Ulama Betawi yang juga Pendiri Ponpes
Assyirotussyafi’iyah Jakarta), yang juga memberikan nama Muhammad Rodli Kaelani
tersebut kepadanya ketika lahir.
Pendidikan sejak sekolah dasar hingga SMA ia geluti di sekolah negeri di
Jakarta, selama itu pula pada waktu siang hingga sore ia mendapatkan pendidikan
agama dari berbagai madrasah diniyah. Setelah lulus SMA Negeri 91 dibilangan
Jakarta Timur, ia memutuskan untuk melanjutkan studi di Universitas Sam
Ratulangi Manado pada Fakultas Sastra Jurusan Sastra Inggris. Padahal
sebenarnya ia mendapatkan akses dan kesempatan untuk kuliah di STIE Perbanas
Jakarta dan Sekolah Tinggi Ilmu Pariwisata (NHAI) Bandung. Semata-mata dengan
alasan-alasan yang sederhana,yakni; Pertama,
ia ingin menjadi diplomat; Kedua, ia
mempunyai dendam akademik pada guru bahasa Inggrisnya ketika SMA, padahal sejak
SMP ia juga mendalami bahasa Inggris diberbagai lembaga kursus bahasa semisal
LIA (Lembaga Indonesia Amerika); dan ketiga,
ia sadar bahwa memahami dan mengalami kultur kehidupan metropolis semata tanpa
melihat realita lain sosial kemasyarakatan di Indonesia adalah sesuatu yang kurang dalam menempa
mental, wawasan dan cara melihat kehidupan.
Semasa kuliah di Manado ia juga mendapat penguatan pengetahuan agama
dari kultur dan tradisi keagamaan Alkhairaat yang menjadi pattern
keagamaan keluarga ibunya dan sebagian besar kaum muslimin di wilayah timur
Indonesia, karena Alkhairaat yang didirikan oleh almarhum Al Habib Salim
Aljufri (Guru Tua), adalah salah satu ormas Islam berorientasi
dakwah dan pendidikan terbesar di wilayah timur Indonesia yang tersambung
secara emosional dan idilogis dengan kultur Ahlussunah Wal Jamaah (NU). Bahkan ia pernah mengabdikan diri
selama dua tahun sebagai salah satu pengajar di Ponpes Alkhairaat Manado
tersebut.
Saat diperantauan inilah ia mengenal, berinterkasi dengan komunitas
PMII, hingga akhirnya menempa diri dan berproses dalam organisasi ini.
Diakuinya, sesungguhnya PMII lah yang menjadi titik balik dalam kehidupan
dirinya. Merubah gaya hidup “anak kota” yang sebelumnya melekat pada dirinya,
pola hidup konsumeristik dan hedonistik, bahkan cara ia melihat realitas dan
kesulitan kehidupan masyarakat. Saat menjadi kader PMII semua berubah total,
sampai-sampai ia seringkali mengiklaskan kelebihan materi yang dimilikinya dalam
pergumulannya di PMII dan interaksi dengan masyarakat, tak ketinggalan
kuliahpun terkadang dikesampingkan. Namun ia nikmati dan rasakan kepuasan batin
dan jiwa dengan pilihan pergumulannya itu.
Pengalamannya di PMII berawal sebagai kader rayon Fakultas Sastra pada
pertengahan 1998, kemudian menjadi sekretaris rayon lalu ketua rayon. Setelah
Konfercab PMII Manado pada akhir tahun 1999 ia dipercayakan oleh formatur dan
sahabat-sahabatnya menjadi Sekretaris Umum PC PMII Manado hingga pada Konfercab
berikutnya ia dipilih dan ditetapkan menjadi Ketua Umum PC PMII Manado masa
khidmat 2001 – 2002. Sekaligus semasa kepemimpinannya memperkuat karakter
gerakan intelektual dan advokasi sosial yang melekat pada kultur PMII Manado,
bahkan hingga saat ini.
Selain itu jelang akhir kepemimpinan struktural PMII-nya, ia juga
berinteraksi dan bergelut dengan teman-teman dan senior-seniornya di dunia NGOs
dan penguatan masyarakat. Aktif dan pernah menjadi Kepala Divisi Pluralisme dan
Advokasi pada Yayasan SERAT Manado (2001 – 2005), mendirikan dan menjadi salah
satu Dewan Pendiri Pusat Belajar Lintas Komunitas (PuBLiKa) Sulawesi Utara
(2000 – hingga sekarang), serta Anggota Dewan Pendiri South East Asia Committee
on Advocacy (SEACA) yang berkedudukan di Filipina (2004 – hingga sekarang).
Inilah pula yang memperkuat kultur gerakan dan advokasi sosial pada diri
sebagai bagian dari komitmen keberpihakannya.
Pernah juga mengajar di Ponpes Putri Assalaam Manado dan bergelut dengan
dunia broadcasting dengan menjadi Presenter pada acara talk show televisi
regional selama setahun. Serta senantiasa menjadi trainer dan fasilitator pada
kegiatan-kegiatan penguatan masyarakat (CO dan CD) diwilayah Gorontalo,
Sulawesi Utara dan Maluku Utara. Apalagi pada tahun 2004, Rodli pernah merasakan fellowship pada Program Internship of Leadership and
Social Movement di Institute for Popular Democracy of Phillpinnes.
Seiring dengan dedikasinya terhadap PMII, sahabat-sahabatnya didaerah
dan regional Indonesia timur merekomendasikannya untuk berkiprah di
jajaran Pengurus Besar PMII hingga setelah Kongres XV PMII di Bogor, ia
diangkat dan dipercayakan menjadi Sekretaris Jenderal (Sekjen) PB PMII.
Dedikasi ini juga lah yang membawanya “pulang kampung” dan berdomisili kembali
di Jakarta, mengabdi dan berkiprah di PB PMII. Tidak berhenti di sekjend, kongres XVI PMII di Batam dia terpilih menjadi ketua umum PMII 2008-2011.
Karya buku yang pernah ditulis-baik sendiri maupun bersama
teman-temannya antara lain; “Menuju Perubahan Sulawesi Utara; Refleksi, Aksi
dan Proyeksi Gerakan PMII” (2001) serta “Melibatkan Partisipasi Masyarakat
Dalam Perumusan Kebijakan” (2004). “Mengawal Gagasan, Mendorong Sentrum Gerakan” (2008).
Hingga saat
ini, Rodli selalu diundang pada
kegiatan-kegiatan Southeast Asian Committee on Advocacy (SEACA) di
negara-negara ASEAN yang
berkedudukan di Filipinan,. Selain itu juga aktif menjadi narasumber, trainer
maupun fasilitator di berbagai forum, seminar, lokakarya dan pelatihan. Saat
ini Rodli juga menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jendral DPP PAN (2011 – 2016),
juga Ketua Umum PANDU Indonesia, yang merupakan sayap pemuda PAN. Tercatat juga
sebagai Sekretaris Pembina Dewan Pengurus Pusat Persatuan Wirausaha Muda
Indonesia (DPP PWMI), dan salah satu Ketua Dewan Pimpinan Pusat Generasi
Penerus Perjuangan Merah Putih (DPP GPPMP).
Rodli juga
terlibat dalam beberapa perusahaan yang dibangun bersama beberapa senior dan
kawan-kawannya, seperti PT Karya Bangkit Bersama dan PT OPSI-B, dan juga adalah
Tenaga Ahli F-PAN DPR RI periode 2014-2019, dan mengajar dibeberapa perguruan
tinggi. Rodli beristrikan Susilowati Moko, SHI, seorang aparatur sipil negara
Kementerian Agama dan memiliki seorang putri bernama Annisa Alifiah Restu Putri
Kaelani.
Skrang sudah di PKB
BalasHapus